Baca Selengkapnya Di : http://indonesianblog-jmk.blogspot.com/2012/04/cara-membuat-link-otomatis-ketika.html#ixzz2cOCvfD00 Orang Muda Katolik: Bonum Commune

Kamis, 02 April 2009

Bonum Commune

Pemaknaan kembali tentang esensi politik
bonum commune



Manusia adalah zoon politicon kata seorang filsuf Yunani Kuno, Aristoteles. Kata tersebut mendefinisikan bahwa manusia adalah makhluk yang berpolitik. Ada juga yang mengartikan bahwa manusia tak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Dari ungkapan itu ada kata yang pantas kita cermati bersama, yakni “Politik”. Kata mengandung makna sangat luas. Bayangkan saja peristiwa akhir-akhir ini, beramai-ramai orang berkampanye, bendera-bendera partai terpajang di setiap pinggiran jalan, masyarakat berlomba hadir dalam setiap kampanye partai dengan pamrih uang, di sisi lain para wakil rakyat mengumbar janji dan program kerja atas nama bangsa dan negara. Mereka sedang berpolitik. Kata Politik sungguh menyiratkan beragam dinamika. Politik bisa menjadi sesuatu yang sangat kejam tapi kita perlukan karena kita tidak bisa hidup tanpa berpolitik dengan orang lain.
Makna politik secara leksikal dipahami sebagai suatu kegiatan dalam negara untuk mengurus kesejahteraan warga negara. Kesejahteraan warga negara tersebut tampak dalam perwujudan hak-hak seseorang sebagai warga negara sebagai gambaran politik secara luas. Namun dalam pelaksanaannya apakah sudah demikian? Tujuan etis dari kegiatan politik adalah untuk dehumanisasi (menghumanisasikan hidup). Artinya dengan berkegiatan politik manusia semakin berkembang untuk mewujudkan hak-hak dan melaksanakan tanggung jawabnya sebagai warga negara[1]. Pemaknaan prinsip dan tujuan politik itu sebenarnya selalu murni. Namun terkadang muncul persepsi lain bahwa politik itu kotor. Apakah benar demikian? Kita tentu tidak bisa menghakimi bahwa politik itu kotor. Tidak ada politik yang kotor. Kita harus membedakan antara politik dalam artian hakiki dengan politikus yang sering menyalahgunakan kekuasaan politisnya. Tujuan politik adalah bonum commune, artinya kesejahteraan bersama (umum). Panggilan sejati seorang politikus adalah menjadi pelayan dalam mengusahakan kesejahteraan umum. Kesejahteraan umum harus menjadi cita-cita yang senantiasa dikejar dan diusahakan. Kesejahteraan umum makin mungkin diwujudkan bila keadilan, kemakmuran dan kedamaian terus menerus direalisasikan.
Gereja memiliki pandangan yang sama tentang citra politik. Politik dalam arti sesungguhnya tidaklah kotor melainkan pelaksana politik itu sendiri yang cenderung kotor. Untuk itu dibutuhkan suatu spiritualitas yang menjadi dasar hidup seseorang pada saat berkecimpung dalam dunia politik. spiritualitas yang dihidupi adalah spiritualitas Yesus sendiri dan dasarnya adalah bonum commune. Politik harus berpihak kepada manusia. Kesejahteraan umum tidak berarti mengorbankan kepentingan individu. Politik adalah sarana untuk mengangkat (humanisasi) hidup manusia. Inilah politik yang benar yakni membebaskan dan memerdekakan manusia dari segala bentuk penindasan, kekerasan politik, manipulasi, ketidakadilan, kebodohan dan kemiskinan dalam kehidupan bersama.

Umat Katolik Berpolitik
Kita tengok para tokoh Katolik pada dekade sebelum 1990-an yang sangat disegani oleh komunitas non -Katolik karena kejujuran dan integritasnya yang tinggi. Para politisi Katolik yang kini mulai menggeliat untuk tampil di percaturan politik menjelang pemilu 2009 perlu sejenak bercermin pada tokoh-tokoh yang memiliki integritas yang tinggi yang tentu saja mereka ini meneladani Yesus Kristus. Ia adalah I.J. Kasimo Hendrowahyono (1900-1986)[2]. I.J. Kasimo seorang Katolik sekaligus politikus tidak pernah melepaskan dari pikiran dan hatinya filosofi bonum commune dan secara tegas menjauhi praktik homo homini lupus (manusia adalah srigala bagi sesamanya). Ini semua terbentuk karena bimbingan hati nurani dan akal sehatnya sebagai seorang politisi Katolik. Ia meneladani Yesus Kristus yang berjuang juga untuk bonum commune. Satu motto yang Kasimo pegang dalam perjuangannya adalah “Salus Populi Suprema Lex”, keselamatan Bangsa merupakan hukum Tertinggi. Artinya kesejahteraan umum ia pahami dan hayati di atas segala-galanya dalam hidup bermasyarakat bersama. I.J. Kasimo sebagai warga negara Indonesia sekaligus umat Katolik bisa dikatakan tahu letak dan peranannya. Agama bagi dirinya memberi visi hidup, inspirasi, orientasi dan motivasi hidup pribadi dan hidup bermasyarakat bersama[3]. Kasimo tampil sebagai politikus yang berkepribadian dalam politik.
Figure pahlawan Negara dan Gereja Mgr. Soegijopranoto, SJ adalah pribadi istimewa yang pantas kita teladani pula. Ia mengungkapkan pro ecclesia et patria menjadi per Ecclesiam pro patria: menjadi Gereja untuk Negara. Jadilah umat Katolik yang sejati, raihlah masa depanmu sesuai dengan nilai-nilai Injili dan ajaran Gereja untuk mengabdi Gereja dan Negara[4]. Sebagai seorang Katolik, ia sungguh memberikan dirinya secara total demi perluasan kasih di muka bumi. Ia amat bijaksana dalam menempatkan diri sebagai warga Negara Indonesia sekaligus umat Katolik, seratus persen warga Negara dan seratus persen katolik. Tidak ketinggalan tokoh Fransiskus Xaverius Frans Seda. Ia banyak berkecimpung dalam dunia politik dalam rentang waktu yang panjang. Ia pernah berkarya sebagai menteri empat departemen dan ia dipandang sebagai tokoh awam sejati. Ia dikelompokkan dalam segelintir pemikir bersama kaum Klerus yang turut berkiprah dalam membangun negara dan gereja[5].
Keterlibatan masyarakat dalam dunia politik menjadi milik warga Negara pada umumnya. Tidak ada pembedaan antara agama, kedudukan, maupun status social. Salah satu tokoh Katolik yang cukup keras meneriakkan peran semua warga dalam dunia politik sama terlihat dari ungkapannya “janganlah seorang tidak bisa menjadi Presiden Republik Indonesia hanya karena dia tidak beragama Islam”. Ungkapan itu sebenarnya mau mengangkat soal persamaan hak bagi setiap warga Negara[6].
Mereka adalah tokoh-tokoh Katolik yang berani dengan lantang memperjuangkan kebebasan dan kemerdekaan diri sebagai warga maupun umat beragama. Mereka merasa peduli untuk membangun bangsa menjadi baik. mereka terusik untuk meneriakkan kesejahteraan bersam di atas kepentingan pribadi atau golongan semata.

Sense of History, Sense of sacrifice, dan sense of priorities
Sejenak kita bercermin dari para tokoh kita yang sungguh berani berjuang dalam dunia politik, yang mengemban kesejahteraan bersama sebagai prioritas utamanya. Keterlibatan mereka dalam politik menjadi suatu sikap yang pantas kita renungkan. Keterlibatan mereka memberi warna positif, kehadiran mereka memberi perubahan yang baik bagi jalannya suatu pemerintahan. Lantas bagaimana kita ambil bagian dalam kehidupan politik semacam itu? Kita tahu bahwa manusia adalah mahluk yang berpolitik. Mau tidak mau kita senantiasa bersentuhan dengan kehidupan politik. Lantas apa yang bisa kita buat? Mari kita bercermin dan bertanya kepada hati nurani kita bahwa politik itu sangat penting dijaga kemurniannya. Kesadaran betapa pentingnya kemurnian dalam politik berarti kita menempatkan diri dalam suatu kesadaran sejarah hidup yang penting untuk diperjuangkan. Pernah ada yang mengatakan bahwa seorang yang memiliki kesadaran politik, harus pula memiliki kesadaran sejarah (sense of history). Suatu kesadaran bahwa hari kemarin menentukan hari ini dan hari ini menentukan hari esok dalam suatu proses yang kontinyu. Dan yang menentukan penentuan-penentuan tersebut adalah manusia yang memberi bentuk pada kegiatannya. Sebab itu manusia adalah pelaku sejarah. Baik buruknya suatu proses sejarah tergantung kita, pelaku sejarah, bijaksana atau tidak dalam memperjuangkannya. Kesadaran sejarah ini bisa kita temukan dalam diri I.J. Kasimo, Mgr. Soegijopranoto, SJ dll. Mereka sungguh peduli terhadap bangsa dan Negara mereka. Kepedulian mereka memberi nuansa positif bagi perkembangan bangsa.
Perjuangan para tokoh dan kita semua umat beriman yang beritikad baik, tentu menjadi bukti nyata adanya keterlibatan sejarha. Namun idka berhnti di situ, bahwa kepedulian itu memerlukan perjungan dan pengorbanan yang tidak ringan. kesaradan betapa tidak mudahnya menjadi pirbadi yang bijaksana dalam dunia politik menempatkan manusia dalam suatu kesaaran pengurbanan (sense of sacrifice). Ternyata ki ora gampang. Menemukan kesulitan-kesulitan tiu kita diajak untuk bijsakana dalam memperjaungkannya. Kembali pada tjuan dan motivasi awal adlah demi bonum commune, kesejahteraan bersama. Inilah yang harus diprioritaskan. Jiak setiap orang yang bergerak dalam duia politik tidak peduli terhadap kesejahteraan bersama. Maka hasilnya adalah malapetaka bagi bangsa. Kesadaran sense of priorities inilah yang haarus kita kembangkan pula.
Akhirnya, kita semua adalah penentu sejarah itu. keterlibatan dan kepedulian kita, sebagai warga dan umat beriman, sungguh dibutuhkan. Negara Indonesia membutuhkan kearifan berpolitik dari pengelolanya. Untuk itu nilai-nilai moral mesti dibangun di atas merebaknya perilaku politik demi kepentingan sesaat. Tujuan negara harus diutamakan di atas kepentingan pribadi dan kelompok. Intinya setiap actor/pelaku, termasuk kita, politik harus mengembalikan esensi politik kepada maknanya yang agung. Caranya adalah berpolitik tanpa dusta. Jujurlah dalam bicara dan berbuat demi kesejahteraan bersama (bonum commune), seperti mgr. Soegijopranata, SJ tegaskan bahwa tugas membangun Gereja serta bangsa tidak pernah selesai. Kekatolikan dan keindonesiaan selalu ditempatkan dalam proses yang dinamis. Kita semua diajak untuk memperjuangkan kebesaran Gereja dan sekaligus untuk tidak kenal lelah mewujudkan kejayaan bangsa dan Negara sebagai suatu panggilan suci yang mesti dihidupi[7]. (frtrie)


[1] http://www.balinter.net/Politik dan Godaan Kekuasaan
[2] http://citizennews.suaramerdeka/Kegairahan Politik Katolik.com
[3] Pak Kasimo dan Kita, Mingguan Hidup, Ed. Ulang Tahun ke 80 Bapak I.J. Kasimo, Jakarta, 1980.
[4] D. Gusti Bagus Kusumawanta, P, www.mirifica.net
[5] http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/frans-seda
[6] http://www.hariansib.com/2008/12/09

[7] Ed, Mikhael Dua, Febiana R. Kainama, Kasdin Sihotang, “Politik Katolik Politik Kebaikan Bersama”, Obor: Jakarta, 23

Tidak ada komentar: