Baca Selengkapnya Di : http://indonesianblog-jmk.blogspot.com/2012/04/cara-membuat-link-otomatis-ketika.html#ixzz2cOCvfD00 Orang Muda Katolik: 2009-01-04

Sabtu, 10 Januari 2009

Nilai Manusia dan Cincin Emas


Seorang pemuda mendatangi Zen-sei dan bertanya, "Guru, saya tak mengerti mengapa orang seperti Anda mesti berpakaian apa adanya, amat sangat sederhana. Bukankah di masa seperti ini berpakaian sebaik-baiknya amat perlu, bukan hanya untuk penampilan melainkan juga untuk tujuan lain?"

Sang Guru hanya tersenyum. Ia lalu melepaskan cincin dari salah satu jarinya dan berkata, "Sobat muda, akan kujawab pertanyaanmu, tetapi lebih dahulu lakukanlah satu hal untukku. Ambillah cincin ini dan bawalah ke pasar di seberang sana. Bisakah kamu menjualnya seharga satu keping emas?"

Melihat cincin Zen-sei yang kotor, pemuda tadi merasa ragu, "Satu keping emas? Saya tidak yakin cincin ini bisa dijual seharga itu."

"Cobalah dulu, sobat muda. Siapa tahu kamu berhasil," kata guru

Pemuda itu pun bergegas ke pasar. Ia menawarkan cincin itu kepada pedagang kain, pedagang sayur, penjual daging dan ikan, serta kepada yang lainnya. Ternyata, tak seorang pun berani membeli seharga satu keping emas. Mereka menawarnya hanya satu keping perak.

Tentu saja, pemuda itu tak berani menjualnya dengan harga satu keping perak. Ia kembali ke padepokan Zen-sei dan melapor, "Guru, tak seorang pun berani menawar lebih dari satu keping perak."

Zen-sei, sambil tetap tersenyum arif, berkata, "Sekarang pergilah kamu ke toko emas di belakang jalan ini. Coba perlihatkan kepada pemilik toko atau tukang emas di sana. Jangan buka harga, dengarkan saja bagaimana ia memberikan penilaian."

Pemuda itu pun pergi ke toko emas yang dimaksud. Ia kembali kepada Zen-sei dengan raut wajah yang lain dan berkata, "Guru, ternyata para pedagang di pasar tidak tahu nilai cincin ini sesungguhnya. Pedagang emas menawarnya dengan harga seribu keping emas. Rupanya nilai cincin ini seribu kali lebih tinggi daripada yang ditawar oleh para pedagang di pasar."

Zen-sei tersenyum simpul sambil berujar lirih, "Itulah jawaban atas pertanyaanmu tadi sobat muda. Seseorang tak bisa dinilai dari pakaiannya. Hanya "para pedagang sayur, ikan dan daging di pasar" yang menilai demikian. Namun tidak bagi "pedagang emas".

"Emas dan permata yang ada dalam diri seseorang, hanya bisa dilihat dan dinilai jika kita mampu melihat ke kedalaman jiwa. Diperlukan kearifan untuk melihatnya, dan itu membutuhkan proses. Kita tak bisa menilainya hanya dengan tutur kata dan sikap yang kita dengar dan lihat sekilas. Seringkali yang disangka emas ternyata loyang dan yang kita lihat sebagai loyang ternyata emas "

Semoga sekelumit cerita di atas dapat menambah kedalaman jiwa kita dalam memandang makna hidup dan kehidupan ini.

sumber : henlia.com/www.yauhui.com

Rabu, 07 Januari 2009

Natal di Lapas 4 Januari 09


Kemeriahan Natal bersama di LAPAS, OMK turut serta memeriahkannya

TAHUN BARU YANG SEPI (1)

Hari beranjak siang, antara jam 10.00 -10.30 anak-anak muda katolik berdatangan menuju aula Gereja St. Petrus Pekalongan. mereka datang untuk mempersiapkan tahun baru malam nanti. Oh ya, siang ini adalah hari Rabu, tanggal 31 Desember 2008, adalah hari akhir di penghujung tahun 2008. Mereka nampak bersemangat. Gelak tawa, canda, dan kerja saling bantu membuat segala sesuatunya menjadi terasa ringan. Ada yang me-ngeset peralatan musik band, membuat tulisan, yaitu “Masa depan?? Siapa takut??? Pe De aja lagi!”, sementara yang lain mempersiapkan tempat serta peralatan misa dengan berbagai hiasan ala kadarnya, sangat sederhana namun cukuplah indah dipandang mata.

Hari telah siang, tepat jam 13.00. perut sudah keroncongan (wah seperti aliran musik saja). Nasi bungkus isi sederhana mengisi perut mereka yang kelaparan setelah lama bekerja. Lahap sekali. Mereka makan bersama di atas tikar yang telah mereka gelar, sembari memandang hasil karya mereka yang telah terpajang. Sesekali gelak tawa mereka mengisi keheningan siang yang terik. Dan sesekali mereka saling menggoda satu dengan yang lain. akh, indahnya kebersamaan. Memang kebersamaan melahirkan kebahagiaan yang tidak pernah terlupakan.

Tidak lama setelah makan siang selesai. satu persatu mengundurkan diri. Beberapa dari mereka minta ijin untuk pulang. Sementara sisanya masih asyik main band hingga matahari mulai gelisah masuk peraduannya.

Kini malam telah tiba. Jarum jam telah menunjuk angka delapan. Namun suasana aula gereja masih sepi. Tidak ada wajah orang- orang muda yang berdatangan. Itu berarti aula masih kosong, sepi. Tikar-tikar masih terpajang luas sebab sedikit orang yang mendudukinya. Setengah jam berlalu, aula masih sepi. Dan kegelisahan telah menyelimuti wajah beberapa orang di sini…..(to be continued)