Baca Selengkapnya Di : http://indonesianblog-jmk.blogspot.com/2012/04/cara-membuat-link-otomatis-ketika.html#ixzz2cOCvfD00 Orang Muda Katolik: Sebuah Permenungan tentang 100% katolik 100% anak bangsa

Kamis, 05 Maret 2009

Sebuah Permenungan tentang 100% katolik 100% anak bangsa



Latar Belakang Terisolasinya (sadar atau tidak sadar) umat Katolik dalam “keIndonesiaan” yang baru menyebabkan umat Katolik tertinggal dan ditinggalkan. Pemahaman umat Katolik (termasuk gereja) yang terbatas terhadap situasi Indonesia saat ini menyebabkan kurangnya partisipasi (apatisme) umat Katolik dalam masyarakat. Ini menyebabkan gereja dan umatnya lebih memfokuskan kegiatannya pada liturgi (di dalam pagar gereja). Di sisi lain pelayanan pendidikan dan kesehatan Katolik mengalami stagnasi dan cenderung larut dalam tekanan ekonomi. Warna dan nilai Katolik menjadi kabur didalamnya. Sementara diluar pagar gereja terjadi dinamika masyarakat yang begitu tinggi (perubahan), sehingga umat hanya menjadi penonton dan cenderung kehilangan orientasi menyikapi dinamika tersebut. Bagaimana komunitas Katolik (gereja dan umat) melakukan kontemplasi dan introspeksi atas fenomena perubahan saat ini? Perlunya pemahaman nilai Katolik yang “baru” terhadap perubahan yang terjadi di Indonesia secara sosio kultural. Bagaimana umat Katolik dapat ikut didalam mewarnai bangsa Indonesia apabila mereka (umat) menjadi terasing bahkan rendah diri dalam pergaulan masyarakat? Sesungguhnya telah banyak tokoh umat Katolik mewarnai Republik ini, sebut saja; IJ Kasimo, Slamet Riyadi, Yos Sudarso, PK Ojong dan lain lain. Mereka adalah produk pendidikan HIK Muntilan asuhan Romo van Lith. Dapatkah umat Katolik menjadi bangga (tidak rendah diri) untuk mengatakan: “Aku 100% Katolik dan 100% Anak Bangsa”? Bagaimana umat mengambil partisipasi dalam kehidupan kebangsaan? Bagaimana umat Katolik dapat menjadi inspirasi bagi perubahan (menuju perbaikan) itu sendiri? Bagaimana peran gereja dalam menyikapi perubahan dalam bangsa Indonesia? Adakah suatu keinginan gereja untuk mewarnai kehidupan berbangsa melalui umatnya? Sejarah Katolik di Indonesia mencatat; Romo van Lith, Romo Becks, Romo Brouwer, Romo Dick Hartoko, Romo FX Satiman, Romo Mangun dan banyak lagi tokoh keagamaan dari gereja Katolik yang disegani dan dihormati masyarakat Indonesia (mayoritas Islam) karena sikap dan integritasnya. Saat ini umat Katolik memiliki, Romo Sindhunata, Romo Muji Sutrisno, Romo Sandyawan, Romo Frans Magnis Suseno yang diharapkan dapat mewarnai kebijakan gereja dan memberi arah baru kepada umat Katolik dalam menuju Indonesia yang bermartabat, damai dan berkeadilan. Bagaimana visi mereka melihat keIndonesiaan kita yang “baru”? Atau bagaimana mereka menjabarkan nilai nilai Katolik yang “baru” dalam konteks Indonesia yang kusam? Kemanusiaan, Kebangsaan dan KeIlahian Kemanusiaan: harmoni menjadi tujuan dan landasan Sesungguhnya misteri hidup haruslah disyukuri sebagai bagian dari puzzle Ilahi. Kita tidak bisa “memilih” sebagai “apa” atau berperan sebagai “siapa” dalam kehidupan masyarakat. Namun haruslah diingat bahwa harmoni dalam bingkai kemanusiaan merupakan bagian terpenting dari misi kehidupan kita, sebagai umat Katolik. Ini merupakan cara memuji keIlahian dalam hubungan horizontal. Sebagai kemanusiaan kita mengalami kesetaraan dalam harmoni. Harmoni dalam kearifan lokal. Telah lama dirintis oleh misionaris Jesuit (antara lain; Romo van Lith, datang ke Indonesia tahun 1896) dalam mengembangkan pendidikan dan pelayanan kasih. Intinya adalah kasih, kemandirian, pribadi yang teguh pada nilai nilai dan kekaryaan dalam pelayan masyarakat. Mereka berupaya mendalami nilai nilai dalam satu komunitas budaya setempat dalam pelayanan masyarakat. Mereka percaya bahwa dengan memberi pelayanan pendidikan kepada para pribumi merupakan suatu upaya pembebasan rakyat dari penjajahan, kebodohan, kemiskinan dan ketidak adilan. Keberhasilan misionaris Jesuit terjun dalam masyarakat di era penjajahan Belanda mendorong munculnya rasa kebangsaan dan kemanusiaan tumbuh subur dikalangan murid murid asuhan romo Jesuit di Muntilan, antara lain; Djajoes (Mgr Djojosapoetro SJ), Soegijo (Mgr. Sooegijopranoto SJ) dan IJ Kasimo. Kebangsaan dalam Pemulihan Martabat dan Kesetaraan Katolik sebagai gerakan kemerdekaan, dapat dicatat bahwa Muntilan merupakan salah satu pijakan terpenting bagi perkembangan umat Katolik di Indonesia. Sejak awal sejarah berkembangnya agama Katolik di Indonesia ,yang sudah mendekati 500 tahun, berjalan seiring dengan pasang surut sejarah bangsa. Sepanjang itulah interaksi dalam kesejarahan terjadi. Seiring dengan sejarah bangsa Indonesia, masyarakat Katolik turut berpartisipasi didalam proses kemerdekaan. Pendidikan Katolik kepada segelintir anak anak pribumi di Jawa (HIL Muntilan) berhasil membentuk rasa percaya diri dan keyakinan akan suatu nilai nilai kemanusiaan yang harus diperjuangkan lewat kemerdekaan. Mereka ikut berperan serta bersama pemuda yang lain dalam revolusi kemerdekaan. Di berbagai bidang, umat Katolik mendapatkan tempat yang terhormat karena kualitas kemanusiaannya. Di era revolusi kemerdekaan ini umat Katolik mendapat tempat yang layak di masyarakat. Pada 21 Juli 1947, Mgr Soegijopranoto menyerukan kepada umat Katolik untuk mendukung upaya pencapaian kemerdekaan bangsa. Umat Katolik harus ikut memberi dukungan kepada Republik. Salus Populi Suprema Lex (kesejahteraan rakyat adalah kepentingan tertinggi), begitulah ideologi umat Katolik dalam politik bangsa. Keteguhan, kejujuran, disiplin, pelayanan menjadi karya kasih di masyarakat merupakan karakter/ciri utama masyarakat Katolik. Pusat pelayanan publik seperti rumah sakit dan sekolah menjadi rujukan kualitas bagi masyarakat luas. Nilai nilai inipun tercermin dalam hadirnya tokoh-tokoh Katolik yang disegani oleh masyarakat luas. Mereka rata rata dikenal sebagai sosok yang jujur, teguh, disiplin, pelayanan dan dedikasi. Pertanyaan kita hari ini adalah, apakah kita tidak merasa bahwa semua karya pendahulu kita akan sia sia hanya karena kita semua sudah merasa mapan? Empati, kesetia kawanan dan pelayanan menjadi menurun ditengah umat Katolik pada saat ini, diakibatkan karena kita telah kehilangan nilai nilai kita sendiri (disorientasi). Saat ini sangatlah tepat bagi kita untuk merenungkan kembali jejak umat Katolik dalam sejarah bangsa Indonesia. Ini diperlukan untuk mendapatkan titik orientasi “baru” (back azzimut) umat Katolik “baru” dalam ke Indonesiaan yang “baru”. Ini saatnya kita melihat masa depan Indonesia menjadi lebih cerah. Ini merupakan sebuah kemerdekaan kedua, sebuah momentum penting bagi perjalanan umat Katolik kedepan dan bangsa itu sendiri. Kita harus melakukan kontemplasi akan nilai nilai Katolik yang kita yakini; kasih, pengampunan dan pelayanan. Menggali kembali nilai nilai “100% Katolik dan 100% Indonesia” sebagai perekat bangsa dan sebagai sebuah momentum kebangsaan. Pemulihan kesetaraan akan berlangsung efektif apabila setiap figur pribadi umat Katolik dapat menjadi garam bagi masyarakatnya. Idealnya umat Catholic memiliki Figur yang merdeka, percaya dan teguh kepada nilai-nilai kemanusiaan, percaya pada pelayanan kasih bagi sesama. Permenungan kepada kita semua saat ini adalah, apakah kita semua paham dan sadar bahwa ke Indonesiaan saat ini sedang dalam perubahan besar? Sudahkah kita memaknai ini sebagai tantangan dan misi kita sebagai umat dalam suatu bangsa? KeIlahian, Hidup dalam Mission Perwujudan nilai nilai Katolik dalam masyarakat dapat diwujudkan dalam nilai nilai dan perilaku yang bersifat partisipasi aktif. Dalam mendorong masyarakat menjadi bermartabat umat Katolik ikut berperan aktif. Bagi umat Katolik, sesungguhnya hidup adalah mission bagi setiap individu manusia. Memuliakan martabat manusia secara ke-Ilahian adalah perwujudan nilai nilai utama umat Katolik. Menjadi inti dari kualitas dan jati diri manusia seutuhnya. Itu sebabnya, saat ini, umat Katolik harus dapat menempatkan kembali nilai nilai “baru” yang segar, atraktif, memiliki karakter dan kepribadian yang berkualitas. Sungguh tidak mudah karena Indonesia saat ini sedang dalam perubahan besar menuju suatu masyarakat demokrasi. Ini terjadi karena tantangan umat Katolik di depan merupakan momentum besar bagi mission keumatan maupun sebagai mission warga negara Indonesia. Mission terbesar kita adalah mengangkat martabat bangsa lewat nilai nilai Kristiani dalam pelayanan dan kasih kemanusiaan. Sesungguhnya nilai nilai kasih dalam kemanusiaan merupakan wujud kerpercayaan kita akan adanya Allah Pengasih. Pelayanan kasih secara horizontal merupakan pencerminan keimanan Kristiani dalam hubungan ciptaan-Nya secara vertikal dengan penciptaNya. Oleh karena itu sikap penting umat Katolik saat ini adalah mereposisi kembali nilai nilai Katolik dalam era global dan lokal. Seiring hal tersebut perlu dikedepankan nilai nilai Katolik yang berintikan pelayanan, kasih dan pengharapan di segala bidang masyarakat. Pertanyaan utama kita saat ini adalah seberapa jauh kita menyadari bahwa kita telah “tersesat” dalam ke-Indonesiaan yang “baru”? Atau seberapa jauh kita menyadari bahwa sebagai warga negara kita wajib melakukan hal terbaik dari nilai-nilai Kristiani yang kita miliki sebagai bagian pengabdian kita kepada rakyat dan bangsa Indonesia? Pertanyaannya: Bagaimana menurut pendapat teman-teman tentang 100% katolik 100% anak bangsa yang dimiliki oleh OMK kita saat ini? (http://www.ekaristi.org/forum/viewtopic.php?t=5474)

1 komentar:

Perpi mengatakan...

semoga umat Katolik semakin aktif dlm pelayanan ke luar..